PENDAHULUAN
Keberadaan hukum
internasional dalam tata pergaulan internasional, sesungguhnya merupakan
konsekuensi dari adanya hubungan internasional yang telah dipraktikan oleh
negara-negara selama ini. Hubungan internasional yang merupakan hubungan antar
negara, pada dasarnya adalah ”hubungan
hukum”. Ini berarti dalam hubungan internasional telah melahirkan hak dan
kewajiban antar subyek hukum (negara) yang saling berhubungan baik dalam bentuk
hubungan bilateral, regional maupun multilateral.
Hukum internasional mutlak diperlukan dalam rangka
menjamin kelancaran tata pergaulan internasional. Hukum internasional menjadi
pedoman dalam menciptakan suasana kerukunan dan kerjasama yang saling
menguntungkan. Hukum internasional bertujuan untuk mengatur masalah-masalah
bersama yang penting dalam hubungan antara subjek-subjek hukum internasional.
Perkembangan dunia
global yang sudah melintasi batas-batas wilayah teritorial negara lain, sangat
membutuhkan aturan yang jelas dan tegas. Aturan tersebut, bertujuan agar
tercipta suasana kerukunan dan kerja sama yang saling menguntungkan. Kerja sama
dalam hubungan antar bangsa, memerlukan aturan hukum yang bersifat
internasional. Sumber hukum internatsional berupa perjanjian internasional,
kebiasaan internasional dan sebagainya, mempunyai peranan penting dalam
mengatur masalah-masalah bersama antara subyek-subyek hukum internasional.
Istilah lain untuk
hukum internasional adalah “hukum
bangsa-bangsa”. Munculnya sengketa-sengketa internasional yang banyak
terjadi, lebih sering disebabkan oleh ulah segelintir negara (terutama yang
memiliki kekuatan tertentu) yang mengabaikan aturan-aturan internasional yang
telah disepakati bersama. Oleh sebab itu, dihormati atau tidaknya hukum
internasional sangat tergantung dari komitmen setiap negara dalam memandang dan
menghargai bangsa atau negara-negara lain. Dan tidak kalah pentingnya adalah
bagaimana peranan Perserikatan Bangsa Bangsa melalui Dewan Keamanan yang sesuai
tugasnya adalah memelihara perdamaian dan keamanan internasional di atas
kepentingan negara-negara tertentu. Karena sampai dengan sekarang
masalah-masalah sengketa internasional masih sulit untuk diselesaikan melalui
Pengadilan Internasional, manakala sudah melibatkan negara-negara adikuasa.
SISTEM HUKUM
DAN PERADILAN INTERNASIONAL
Sistem
Hukum Internasional
Dalam berbagai
kesempatan kita sering mendengar kata “sistem”. Ketika berbicara hukum, maka
orang akan bertanya pentingnya sistem hukum, demikian juga ketika orang
berbicara tentang hukum internasional, orang akan bertanya bagaimana sistem
hukum internasionalnya dan sebagainya. Kata “sistem” dalam Kamus Umum Bahasa
Indonesia mengandung arti susunan
kesatuan-kesatuan yang masing-masing tidak berdiri sendiri-sendiri, tetapi
berfungsi membentuk kesatuan secara keseluruhan. Pengertian sistem dalam
penerapannya, tidak seluruhnya berasal dari suatu disiplin ilmu yang mandiri,
karena dapat pula hanya berasal dari pengetahuan, seni maupun kebiasaan :
seperti sistem mata pencaharian, sistem tarian, sistem perkawinan, sistem
pemerintahan, sistem hukum dan sebagainya.
Bertolak
dari pengertian sistem yang telah dikemukakan di atas, maka sistem hukum internasional dimaksudkan
adalah satu kesatuan hukum yang berlaku untuk komunitas internasional (semua
negara-negara di dunia) yang harus dipatuhi dan diataati oleh setiap negara.
Pengertian Hukum Internasional
a.
J.G. Starke
Hukum
internasional, adalah sekumpulan hukum (body
of law) yang sebagian besar terdiri dari asas-asas dan karena itu biasanya ditaati
dalam hubungan antar negara.
b.
Wirjono Prodjodikoro
Hukum
internasional, adalah hukum yang mengatur perhubungan hukum antara berbagai
bangsa di berbagai negara.
c.
Mochtar Kusumaatmadja
Hukum
internasional, adalah keseluruhan kaidah-kaidah dan asas-asas yang mengatur
hubungan atau persoalan yang melintasi batas-batas negara antara :
§ negara dan negara
§ negara dan subjek
hukum lain bukan negara atau subjek hukum bukan negara satu sama lain.
Asas-Asas Hukum Internasional
Dalam menjalin hubungan antar bangsa, setiap negara harus
memperhatikan asas-asas hukum internasional, yaitu:
€
Asas Teritorial
Asas ini didasarkan pada
kekuasaan negara atas daerahnya. Menurut asas ini, negara melaksanakan hukum
bagi semua orang dan semua barang yang ada di wilayahnya. Jadi terhadap semua
barang atau orang yang berada di luar wilayah tersebut, berlaku hukum asing
(internasional) sepenuhnya.
€
Asas Kebangsaan
Asas ini didasarkan pada
kekuasaan negara untuk warga negaranya. Menurut asas ini, setiap negara di
manapun dia berada, tetap mendapatkan perlakuan hukum dari negaranya. Asas ini
mempunyai kekuatan exteritorial.
Artinya hukum di negara tersebut tetap berlaku juga bagi warga negaranya,
walaupun berada di negara asing.
€ Asas
Kepentingan Umum
Asas ini didasarkan pada wewenang
negara untuk melindungi dan mengatur kepentingan dalam kehidupan masyarakat.
Dalam hal ini, negara dapat menyesuaikan diri dengan semua keadaan dan
peristiwa yang bersangkut paut dengan
kepentingan umum. Jadi, hukum tidak terikat pada batas-batas wilayah suatu
negara.
Apabila ketiga
asas ini tidak diperhatikan, akan timbul kekacauan hukum
dalam hubungan antar bangsa. Oleh sebab itu, antara satu negara dan negara lain
perlu ada hubungan yang teratur dan tertib dalam bentuk hukum internasional.
Sumber Hukum
Internasional
Sumber-sumber
hukum internasional, adalah
sumber-sumber yang digunakan oleh Mahkamah Internasional dalam memutuskan
masalah-masalah hubungan internasional. Sumber hukum internasional, menurut Mochtar Kusumaatmadja dalam buku ”Hukum Internasional Humaniter”, dapat
dibedakan antara sumber hukum dalam arti material dan sumber hukum dalam arti
formal.
Sumber-sumber hukum internasional sesuai
dengan yang tercantum di dalam Piagam Mahkamah Internasional Pasal 38, adalah
sebagai berikut :
a. Perjanjian Internasional (Traktat = Treaty),
b. Kebiasaan-kebiasaan internasional yang terbukti dalam praktek umum dan
diterima sebagai hukum,
c. Asas-asas umum hukum yang diakui oleh bangsa-bangsa
beradab,
d. Keputusan-keputusan
hakim dan ajaran-ajaran para ahli hukum internasional dari berbagai negara
sebagai alat tambahan untuk menentukan hukum, dan
e. Pendapat-pendapat para ahli hukum yang terkemuka.
Subjek Hukum Internasional
Subjek hukum internasional adalah orang, negara,
badan/organisasi-organisasi tertentu yang dapat melakukan tindakan-tindakan
untuk dan atas nama sendiri atau pihak lain yang dapat menimbulkan hak dan
kewajiban dalam bidang internasional. Pihak-pihak yang dapat disebut sebagai
subjek hukum internasional adalah Negara, Tahta Suci, Palang Merah
Internasional, Organisasi Internasional, Orang Perorangan (Individu),
Pemberontak dan pihak dalam sengketa.
No
|
Subjek
|
Uraian
|
Keterangan
|
1.
|
Negara
|
Merupakan subjek hukum internasional dalam arti
yang klasik, artinya bahwa negara semenjak lahirnya hukum internasional
negara sudah diakui sebagai subjek hukum internasional.
|
Dalam istilah lain, hu-kum
internasional adalah hukum antar negara.
|
2.
|
Tahta
Suci
|
Tahta Suci (Vatikan) merupakan suatu contoh dari
subjek hukum internasional selain negara. Hal ini merupakan peninggalan
sejarah sejak zaman dahulu ketika paus bukan hanya merupakan kepala gereja
Roma tetapi memiliki pula kekuasaan duniawi.
|
Tahta Suci mewakili perwakilan
diplomatik di banyak ibukota negara.
|
3.
|
Palang
Merah Internasional
|
Palang Merah Internasional berkedu-dukan di
Jenewa dan merupakan salah satu subjek hukum internasional. Hal ini diperkuat
dengan adanya perjanjian, kemudian oleh beberapa konvensi Palang Merah (Konvensi Jenewa) tentang perlindungan korban perang.
|
Saat ini Palang Merah Internasional dikenal
dengan organisasi inter-nasional.
|
4.
|
Organisasi Internasional
|
Merupakan subjek hukum yang mempu-nyai hak-hak
dan kewajiban yang dite-tapkan dalam konvensi-konvensi inter-nasional yang
merupakan anggaran dasarnya atau merupakan subjek hukum internasional menurut
hukum interna-sional, khususnya yang bersumber pada konvensi-konvensi
internasional tadi.
|
Organisasi internasional seperti PBB, ILO,WHO dan
FAO memiliki hak dan kewajiban seperti telah ditetapkan dalam
konvensi-konvesi inter-nasional sebagai angga-ran dasarnya.
|
5.
|
Orang Perseorangan
|
Dalam arti yang terbatas orang perseorangan dapat
dianggap sebagai subjek hukum internasional. Perjanjian Perdamaian Versailles tahun 1919 yang mengakhiri Perang Dunia I
antara Jerman dengan Ingris dan Prancis, dengan masing-masing sekutunya,
telah menetapkan pasal-pasal yang memung-kinkan orang perorangan mengajukan
perkara ke hadapan Mahkamah Arbitrasi Internasional. Misalnya ada penuntutan
terhadap bekas para pemimpin perang Jerman dan Jepang, yang dituntut untuk
orang perseorangan (individu) dalam perbuatan yang dikualifikasikan sebagai :
kejahatan terhadap perdamaian, kejaha-tan terhadap manusia, penjahat perang
oleh Mahkamah Internasional.
|
Dalam perkembangan lebih lanjut, selain individu para perwakilan suatu negara dapat
juga para turis, para pelajar, para musisi yang sedang muhibah ke negara
lain, para wakil olahraga, dan sebagainya.
|
6.
|
Pemberontak dan Pihak dalam
Sengketa
|
Menurut hukum perang;
pemberontak dapat memperoleh kedudukan dan hak sebagai pihak yang bersengketa
dalam beberapa hal tertentu.
|
Para pemberontak di-anggap
sebagai salah satu subjek hukum inter-nasional yang memiliki beberapa alasan,
misal-nya merekapun memiliki hak yang sama untuk:
§ Menentukan nasibnya sendiri ;
§ Hak secara bebas memilih sistem eko-nomi,
politik, sosial sendiri; dan
§ Hak menguasai sum-ber kekayaan
alam di wilayah dari wilayah yang didudukinya.
|
Peradilan Internasional
Peradilan
Internanasional, dilaksanakan oleh Mahkamah Internasional yang merupakan salah
satu organ perlengkapan PBB yang berkedudukan di Den Haag (Belanda). Para
anggotanya terdiri terdiri atas ahli hukum terkemuka, yakni 15 orang hakim yang
dipilih dari 15 negara berdasarkan kecakapannya dalam hukum. Masa jabatan
mereka 9 (sembilan) tahun, sedangkan tugasnya antara lain selain memberi
nasihat tentang persoalan hukum kepada Majelis Umum dan Dewan Keamanan, juga
memeriksa perselisihan atau sengketa antara negara-negara anggota PBB yang
diserahkan kepada Mahkamah Internasional.
Mahkamah
Internasional dalam mengadili suatu perkara, berpedoman pada
perjanjian-perjanjian internasional (traktat-traktat dan kebiasaan-kebiasaan
internasional) sebagai sumber-sumber hukum. Keputusan Mahkamah Internasional,
merupakan keputusan terakhir walaupun dapat diminta banding. Di samping
pengadilan Mahkamah Internasional, terdapat juga pengadilan arbitrasi
internasional. Arbitrasi internasional
hanya untuk perselisihan hukum, dan keputusan para arbitet tidak perlu
berdasarkan peraturan hukum.
Dalam hukum
internasional dikenal juga istilah Adjudication,
yaitu suatu teknik hukum untuk menyelesaikan persengkataan internasional dengan
menyerahkan putusan kepada lembaga peradilan. Adjudikasi berbeda dari
arbitrasi, karena adjudikasi mencakup proses kelembagaan yang dilakukan oleh
lembaga peradilan tetap, sementara arbitrasi dilakukan melalui prosedur ad hoc. Lembaga peradilan internasional
pertama yang berkaitan dengan adjudikasi adalah permanen Court of International Justice
(PCJI) yang berfungsi sebagai bagian dari sistem LBB mulai tahun 1920 hingga
1946. PCJI dilanjutkan dengan kehadiran International Court of Justice
(ICJ), suatu organ pokok PBB.
Fungsi
Konsultatif Mahkamah Internasional
Mahkamah juga mempunyai fungsi konsultatif, yaitu
memberikan pendapat-pendapat yang tidak mengikat atau apa yang disebut advisory opinion. Hal ini ditulis dalam
pasal 69 ayat 1 Piagam Statuta dan aturan prosedur, mahkamahlah yang menetapkan
syarat-syarat pelaksanaan pasal tersebut yang terdapat pada Bab IV Statuta.
1) Natur Yuridik Pendapat Hukum (Advisory Opinion)
Terdapat perbedaan dalam penyelesaian sengketanya,
keputusan-keputusan mahkamah merupakan keputusan-keputusan hukum yang mengikat
pihak-pihak yang bersengketa, sedangkan pendapat-pendapat yang dikeluarkan
mahkamah bukan merupakan keputusan hukum dan tidak mempunyai kekuatan mengikat.
Apalagi pelaksanaan pendapat-pendapat tersebut sama sekali tidak bisa
dipaksakan. Jadi yang dikeluarkan mahkamah hanyalah suatu pendapat dan bukan
merupakan suatu keputusan. Pendapat ini bertujuan memberikan
penjelasan-penjelasan kepada badan-badan yang mengajukan pertanyaan kepada
mahkamah atas permasalahan hukum.
Sebagai contoh, konvensi 1946 mengenai hak-hak istimewa,
dan kekebalan PBB, menyebutkan bahwa kalau terjadi sengketa antara PBB dan
negara-negara anggota mengenai pelaksanaan dan intrepretasi konvensi, sengketa
dapat diajukan ke mahkamah untuk meminta pendapatnya. Selain itu, pihak-pihak
yang bersengketa berjanji untuk bertindak sesuai dengan pendapat mahkamah
tersebut. Mekanisme pendapat yang menjadi wajib ini merupakan jalan keluar bagi
organisasi internasional yang diperbolehkan mengajukan sengketa ke mahkamah
dengan keputusan yang mengikat.
Dengan demikian, pendapat-pendapat mahkamah tidak
mempunyai kekuatan hukum dan jika pihak-pihak yang bersengketa menerimanya,
semata-mata disebabkan kekuatan moral pendapat-pendapat itu sendiri. Pada
umumnya, organ-organ yang meminta pendapat dan negara-negara yang bersangkutan
menerima pendapat-pendapat mahkamah dan jarang sekali pendapat mahkamah itu
dilaksanakan.
2) Permintaan
Pendapat Mahkamah Internasional
Pasal 96 dan pasal 65 statuta menyatakan bahwa mahkamah
dapat memberikan pendapat mengenai semua
persoalan hukum. Berbeda dengan mahkamah yang dulu, mahkamah yang sekarang dapat diminta
pendapatnya untuk semua persoalan hukum, baik yang bersifat konkrit
maupun yang abstrak, sedangkan mahkamah
yang dulu hanya dapat ditanya tentang
sengketa-sengketa hukum yang konkrit.
a)
Badan yang
dapat meminta pendapat mahkamah
Kebalikan dari prosedur wajib, prosedur konsultatif hanya terbuka bagi organisasi-organisasi
internasional dan bukan bagi negara-negara. Menurut pasal 96 ayat 1, Majelis
Umum dan Dewan Keamanan PBB dapat minta advisori opinion mengenai
masalah hukum ke mahkamah. Selanjutnya, menurut ayat 2 pasal tersebut, hak
untuk meminta pendapat mahkamah ini juga dapat diberikan kepada organ-organ
lain PBB dan badan-badan khusus dengan syarat bahwa semua harus mendapat otoritas
terlebih dahulu dari Majelis Umum.
b)
Pemberian
pendapat oleh mahkamah
Secara teoritis,
mahkamah tidak diwajibkan untuk
menjawab. Namun, dalam praktiknya, mahkamah tidak pernah lalai dalam melakukan
tugasnya, bahkan mahkamah harus berpegang teguh pada pendapat mahkamah bahwa
sebagai organ hukum PBB, kewajiban memberikan pendapat-pendapat kalau diminta,
untuk membantu lancarnya tugas PBB.
Sebaliknya, mahkamah dapat menolak permintaan pendapat
kalau dianggap terdapat ketidak normalan dalam permintaan tersebut. Selain itu,
mahkamah memeriksa apakah pertanyaan yang diajukan suatu organisasi internasional betul-betul berada di bawah
wewenang organisasi tersebut, serta apakah organisasi-organisasi mempunyai
wewenang khusus. Juga dilihat dari prakteknya mahkamah menolak memberikan
pendapat terhadap soal-soal politik atau soal-soal yang berada di bawah
wewenang nasional suatu negara.
Mengenai kegiatan mahkamah dari tahun 1922-1940, mahkamah
tetap internasional telah mengeluarkan 31 keputusan, 27 advisory opinion,
dan 5 ordonasi. Oleh karena itu, kegiatan-kegiatan mahkamah tetap tidak
mengecewakan, sedangkan tentang mahkamah internasional yang sekarang dari tahun
1946-1993 telah memutuskan 44 perkara dan telah memberikan 21 pendapat (advisory
opinion). Mahkamah Internasional dewasa ini bukanlah merupakan satu-satunya
peradilan tetap, tetapi terdapat pula mahkamah-mahkamah lain yang mempunyai
wewenang yang terbatas.
KESIMPULAN
1. Hukum internasional, disebut juga sebagai hukum bangsa-bangsa yang
dilakukan oleh suatu negara atau bangsa dalam mengadakan hubungan dengan negara
lain agar terjalin kerja sama yang baik dan saling menguntungkan.
2. Menurut para ahli,
bahwa penekanan tentang hukum internasional adalah terletak pada kaidah-kaidah
yang mengatur hubungan atau yang melintasi batas-batas negara lain. Dengan
demikian dalam hukum internasional dapat dibedakan antara hukum perdata
internasional dan hukum publik internasional. Asas-asas yang digunakan dalam
membina hubungan dengan negara lain adalah asas teritorial, asas kebangsaan,
dan asas kepentingan umum.
3. Sumber hukum
internasional dapat dibedakan menjadi sumber yang bersifat material dan formal.
Sedangkan sumber-sumbernya berasal dari traktat, kebiasaan-kebiasaan
internasional, asas-asas umum yang diakui bangsa beradab, keputusan-keputusan
hakim, dan pendapat-pendapat para ahli hukum terkemuka.
4. Bahwa dalam
praktik penyelenggaraan negara, penerapan antara hukum nasional dan hukum
internasional tidak dapat dipisahkan. Hal ini karena hukum nasional menjadi
dasar pembentukan hukum internasional. Untuk lebih memahami tentang hubungan
tersebut, terdapat aliran monoisme dan aliran dualisme.
5. Ratifikasi
merupakan proses penandatanganan yang dilakukan oleh pemerintah dengan lembaga
perwakilan rakyat. Dalam prakteknya, ratifikasi dapat dibedakan antara lain ;
ratifkasi oleh badan eksekutif, ratifikasi oleh badan legislatif, dan
ratifikasi campuran (pemerintah dan parlemen). Ratifkasi campuran, merupakan
ratifkasi yang paling banyak diterapkan.
6. Beberapa penyebab
timbulnya sengketa internasional antara lain adalah dapat dilihat dari
segi politis, misalnya persaingan antar negara-negara
yang tergabung dalam blok pertahan NATO (pimpinan Amerika Serikat) dan blok
pertahanan Warsawa (pimpinan Uni Soviet).
7. Dalam menyelesaikan masalah-masalah internasional, Mahkamah Internasional
mempunyai peranan penting dalam upaya penyelesesaian berbagai sengketa atau
konflik-konflik baik bilateral, regional maupun internasional. Misalnya upaya
penyelesaian mengadili para penjahat perang di kawasan Balkan.
8. Prinsip hidup
berdampingan secara damai, merupakan dambaan semua bangsa-bangsa beradab dimuka
bumi ini. Oleh sebab itu, PBB yang dibentuk untuk menjaga ketertiban dan
perdamaian dunia memiliki organ Dewan Keamanan yang salah satu fungsinya adalah
untuk menyelesaikan berbagai sengketa internasional secara damai.
9. Dalam upaya pelaksanaan penyelesaian sengketa internasional, ada beberapa
istilah yang perlu kita pahami bersama, antara lain: adfisory opinion, compromis, compulsory jurisdiction, ex aequo et bono,
dan lain-lain.
10. Sebagai bangsa
yang beradab dan bagian tidak terpisahkan dari anggota masyarakat dunia, bangsa
Indonesia mau tunduk dan patuh kepada ketentuan-ketentuan internasional yang
telah disepakati bersama. Oleh sebab itu, apapun keputusan dari organ utama PBB
yaitu Mahkamah Internasional tentang sengketa-sengketa internasional dengan
negara lain harus dihormati dan dijunjung tinggi......
.telemmobile.blogspot.com
.telemmobile.blogspot.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar