Kamis, 02 Mei 2013



PENDAHULUAN

Keberadaan hukum internasional dalam tata pergaulan internasional, sesungguhnya merupakan konsekuensi dari adanya hubungan internasional yang telah dipraktikan oleh negara-negara selama ini. Hubungan internasional yang merupakan hubungan antar negara, pada dasarnya adalah ”hubungan hukum”. Ini berarti dalam hubungan internasional telah melahirkan hak dan kewajiban antar subyek hukum (negara) yang saling berhubungan baik dalam bentuk hubungan bilateral, regional maupun multilateral.

Hukum internasional mutlak diperlukan dalam rangka menjamin kelancaran tata pergaulan internasional. Hukum internasional menjadi pedoman dalam menciptakan suasana kerukunan dan kerjasama yang saling menguntungkan. Hukum internasional bertujuan untuk mengatur masalah-masalah bersama yang penting dalam hubungan antara subjek-subjek hukum internasional.

Perkembangan dunia global yang sudah melintasi batas-batas wilayah teritorial negara lain, sangat membutuhkan aturan yang jelas dan tegas. Aturan tersebut, bertujuan agar tercipta suasana kerukunan dan kerja sama yang saling menguntungkan. Kerja sama dalam hubungan antar bangsa, memerlukan aturan hukum yang bersifat internasional. Sumber hukum internatsional berupa perjanjian internasional, kebiasaan internasional dan sebagainya, mempunyai peranan penting dalam mengatur masalah-masalah bersama antara subyek-subyek hukum internasional.

Istilah lain untuk hukum internasional adalah “hukum bangsa-bangsa”. Munculnya sengketa-sengketa internasional yang banyak terjadi, lebih sering disebabkan oleh ulah segelintir negara (terutama yang memiliki kekuatan tertentu) yang mengabaikan aturan-aturan internasional yang telah disepakati bersama. Oleh sebab itu, dihormati atau tidaknya hukum internasional sangat tergantung dari komitmen setiap negara dalam memandang dan menghargai bangsa atau negara-negara lain. Dan tidak kalah pentingnya adalah bagaimana peranan Perserikatan Bangsa Bangsa melalui Dewan Keamanan yang sesuai tugasnya adalah memelihara perdamaian dan keamanan internasional di atas kepentingan negara-negara tertentu. Karena sampai dengan sekarang masalah-masalah sengketa internasional masih sulit untuk diselesaikan melalui Pengadilan Internasional, manakala sudah melibatkan negara-negara adikuasa.










SISTEM HUKUM DAN PERADILAN INTERNASIONAL

    Sistem Hukum Internasional
Dalam berbagai kesempatan kita sering mendengar kata “sistem”. Ketika berbicara hukum, maka orang akan bertanya pentingnya sistem hukum, demikian juga ketika orang berbicara tentang hukum internasional, orang akan bertanya bagaimana sistem hukum internasionalnya dan sebagainya. Kata “sistem” dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia mengandung arti susunan kesatuan-kesatuan yang masing-masing tidak berdiri sendiri-sendiri, tetapi berfungsi membentuk kesatuan secara keseluruhan. Pengertian sistem dalam penerapannya, tidak seluruhnya berasal dari suatu disiplin ilmu yang mandiri, karena dapat pula hanya berasal dari pengetahuan, seni maupun kebiasaan : seperti sistem mata pencaharian, sistem tarian, sistem perkawinan, sistem pemerintahan, sistem hukum dan sebagainya.

Bertolak dari pengertian sistem yang telah dikemukakan di atas, maka sistem hukum internasional dimaksudkan adalah satu kesatuan hukum yang berlaku untuk komunitas internasional (semua negara-negara di dunia) yang harus dipatuhi dan diataati oleh setiap negara.

Pengertian Hukum Internasional
a.      J.G. Starke
Hukum internasional, adalah sekumpulan hukum (body of law) yang sebagian besar terdiri dari asas-asas dan karena itu biasanya ditaati dalam hubungan antar negara.
b.      Wirjono Prodjodikoro
Hukum internasional, adalah hukum yang mengatur perhubungan hukum antara berbagai bangsa di berbagai negara.
c.      Mochtar Kusumaatmadja
Hukum internasional, adalah keseluruhan kaidah-kaidah dan asas-asas yang mengatur hubungan atau persoalan yang melintasi batas-batas negara antara :
§  negara dan negara
§  negara dan subjek hukum lain bukan negara atau subjek hukum bukan negara satu sama lain.


Asas-Asas Hukum Internasional
Dalam menjalin hubungan antar bangsa, setiap negara harus memperhatikan asas-asas hukum internasional, yaitu:
  Asas Teritorial
    Asas ini didasarkan pada kekuasaan negara atas daerahnya. Menurut asas ini, negara melaksanakan hukum bagi semua orang dan semua barang yang ada di wilayahnya. Jadi terhadap semua barang atau orang yang berada di luar wilayah tersebut, berlaku hukum asing (internasional) sepenuhnya.
  Asas Kebangsaan
    Asas ini didasarkan pada kekuasaan negara untuk warga negaranya. Menurut asas ini, setiap negara di manapun dia berada, tetap mendapatkan perlakuan hukum dari negaranya. Asas ini mempunyai kekuatan exteritorial. Artinya hukum di negara tersebut tetap berlaku juga bagi warga negaranya, walaupun berada di negara asing.
  Asas Kepentingan Umum
    Asas ini didasarkan pada wewenang negara untuk melindungi dan mengatur kepentingan dalam kehidupan masyarakat. Dalam hal ini, negara dapat menyesuaikan diri dengan semua keadaan dan peristiwa yang bersangkut paut  dengan kepentingan umum. Jadi, hukum tidak terikat pada batas-batas wilayah suatu negara.

Apabila ketiga  asas ini  tidak  diperhatikan, akan timbul kekacauan hukum dalam hubungan antar bangsa. Oleh sebab itu, antara satu negara dan negara lain perlu ada hubungan yang teratur dan tertib dalam bentuk hukum internasional.

Sumber Hukum Internasional
    Sumber-sumber hukum internasional, adalah sumber-sumber yang digunakan oleh Mahkamah Internasional dalam memutuskan masalah-masalah hubungan internasional. Sumber hukum internasional, menurut Mochtar Kusumaatmadja dalam buku ”Hukum Internasional Humaniter”, dapat dibedakan antara sumber hukum dalam arti material dan sumber hukum dalam arti formal.

    Sumber-sumber hukum internasional sesuai dengan yang tercantum di dalam Piagam Mahkamah Internasional Pasal 38, adalah sebagai berikut :
a.       Perjanjian Internasional (Traktat = Treaty),
b.      Kebiasaan-kebiasaan internasional yang terbukti dalam praktek umum dan diterima sebagai hukum,
c.       Asas-asas umum hukum yang diakui oleh bangsa-bangsa beradab,
d.    Keputusan-keputusan hakim dan ajaran-ajaran para ahli hukum internasional dari berbagai negara sebagai alat tambahan untuk menentukan hukum, dan
e.       Pendapat-pendapat para ahli hukum yang terkemuka.

Subjek Hukum Internasional
Subjek hukum internasional adalah orang, negara, badan/organisasi-organisasi tertentu yang dapat melakukan tindakan-tindakan untuk dan atas nama sendiri atau pihak lain yang dapat menimbulkan hak dan kewajiban dalam bidang internasional. Pihak-pihak yang dapat disebut sebagai subjek hukum internasional adalah Negara, Tahta Suci, Palang Merah Internasional, Organisasi Internasional, Orang Perorangan (Individu), Pemberontak dan pihak dalam sengketa.

No
Subjek
Uraian
Keterangan
1.
Negara
Merupakan subjek hukum internasional dalam arti yang klasik, artinya bahwa negara semenjak lahirnya hukum internasional negara sudah diakui sebagai subjek hukum internasional. 
Dalam istilah lain, hu-kum internasional adalah hukum antar negara.
2.
Tahta Suci
Tahta Suci (Vatikan) merupakan suatu contoh dari subjek hukum internasional selain negara. Hal ini merupakan peninggalan sejarah sejak zaman dahulu ketika paus bukan hanya merupakan kepala gereja Roma tetapi memiliki pula kekuasaan duniawi.
Tahta Suci mewakili perwakilan diplomatik di banyak ibukota negara.
3.
Palang Merah Internasional
Palang Merah Internasional berkedu-dukan di Jenewa dan merupakan salah satu subjek hukum internasional. Hal ini diperkuat dengan adanya perjanjian, kemudian oleh beberapa konvensi Palang Merah (Konvensi Jenewa) tentang perlindungan korban perang.
Saat ini Palang Merah Internasional dikenal dengan organisasi inter-nasional.
4.
Organisasi Internasional
Merupakan subjek hukum yang mempu-nyai hak-hak dan kewajiban yang dite-tapkan dalam konvensi-konvensi inter-nasional yang merupakan anggaran dasarnya atau merupakan subjek hukum internasional menurut hukum interna-sional, khususnya yang bersumber pada konvensi-konvensi internasional tadi.
Organisasi internasional seperti PBB, ILO,WHO dan FAO memiliki hak dan kewajiban seperti telah ditetapkan dalam konvensi-konvesi inter-nasional sebagai angga-ran dasarnya.
5.
Orang Perseorangan
Dalam arti yang terbatas orang perseorangan dapat dianggap sebagai subjek hukum internasional. Perjanjian Perdamaian Versailles tahun 1919 yang mengakhiri Perang Dunia I antara Jerman dengan Ingris dan Prancis, dengan masing-masing sekutunya, telah menetapkan pasal-pasal yang memung-kinkan orang perorangan mengajukan perkara ke hadapan Mahkamah Arbitrasi Internasional. Misalnya ada penuntutan terhadap bekas para pemimpin perang Jerman dan Jepang, yang dituntut untuk orang perseorangan (individu) dalam perbuatan yang dikualifikasikan sebagai : kejahatan terhadap perdamaian, kejaha-tan terhadap manusia, penjahat perang oleh Mahkamah Internasional.
Dalam perkembangan lebih lanjut, selain  individu para perwakilan suatu negara dapat juga para turis, para pelajar, para musisi yang sedang muhibah ke negara lain, para wakil olahraga, dan sebagainya.
6.
Pemberontak dan Pihak dalam Sengketa
Menurut hukum perang; pemberontak dapat memperoleh kedudukan dan hak sebagai pihak yang bersengketa dalam beberapa hal tertentu.
Para pemberontak di-anggap sebagai salah satu subjek hukum inter-nasional yang memiliki beberapa alasan, misal-nya merekapun memiliki hak yang sama untuk:
§  Menentukan nasibnya sendiri ;
§ Hak secara bebas memilih sistem eko-nomi, politik, sosial sendiri; dan
§ Hak menguasai sum-ber kekayaan alam di wilayah dari wilayah yang didudukinya.


  Peradilan Internasional
Peradilan Internanasional, dilaksanakan oleh Mahkamah Internasional yang merupakan salah satu organ perlengkapan PBB yang berkedudukan di Den Haag (Belanda). Para anggotanya terdiri terdiri atas ahli hukum terkemuka, yakni 15 orang hakim yang dipilih dari 15 negara berdasarkan kecakapannya dalam hukum. Masa jabatan mereka 9 (sembilan) tahun, sedangkan tugasnya antara lain selain memberi nasihat tentang persoalan hukum kepada Majelis Umum dan Dewan Keamanan, juga memeriksa perselisihan atau sengketa antara negara-negara anggota PBB yang diserahkan kepada Mahkamah Internasional.

Mahkamah Internasional dalam mengadili suatu perkara, berpedoman pada perjanjian-perjanjian internasional (traktat-traktat dan kebiasaan-kebiasaan internasional) sebagai sumber-sumber hukum. Keputusan Mahkamah Internasional, merupakan keputusan terakhir walaupun dapat diminta banding. Di samping pengadilan Mahkamah Internasional, terdapat juga pengadilan arbitrasi internasional. Arbitrasi internasional hanya untuk perselisihan hukum, dan keputusan para arbitet tidak perlu berdasarkan peraturan hukum.

Dalam hukum internasional dikenal juga istilah Adjudication, yaitu suatu teknik hukum untuk menyelesaikan persengkataan internasional dengan menyerahkan putusan kepada lembaga peradilan. Adjudikasi berbeda dari arbitrasi, karena adjudikasi mencakup proses kelembagaan yang dilakukan oleh lembaga peradilan tetap, sementara arbitrasi dilakukan melalui prosedur ad hoc. Lembaga peradilan internasional pertama yang berkaitan dengan adjudikasi adalah permanen Court of International Justice (PCJI) yang berfungsi sebagai bagian dari sistem LBB mulai tahun 1920 hingga 1946. PCJI dilanjutkan dengan kehadiran International Court of Justice (ICJ), suatu organ pokok PBB.

      Fungsi Konsultatif Mahkamah Internasional
Mahkamah juga mempunyai fungsi konsultatif, yaitu memberikan pendapat-pendapat yang tidak mengikat atau apa yang disebut advisory opinion. Hal ini ditulis dalam pasal 69 ayat 1 Piagam Statuta dan aturan prosedur, mahkamahlah yang menetapkan syarat-syarat pelaksanaan pasal tersebut yang terdapat pada Bab IV Statuta.

1)      Natur Yuridik Pendapat Hukum (Advisory Opinion)
Terdapat perbedaan dalam penyelesaian sengketanya, keputusan-keputusan mahkamah merupakan keputusan-keputusan hukum yang mengikat pihak-pihak yang bersengketa, sedangkan pendapat-pendapat yang dikeluarkan mahkamah bukan merupakan keputusan hukum dan tidak mempunyai kekuatan mengikat. Apalagi pelaksanaan pendapat-pendapat tersebut sama sekali tidak bisa dipaksakan. Jadi yang dikeluarkan mahkamah hanyalah suatu pendapat dan bukan merupakan suatu keputusan. Pendapat ini bertujuan memberikan penjelasan-penjelasan kepada badan-badan yang mengajukan pertanyaan kepada mahkamah atas permasalahan hukum.

Sebagai contoh, konvensi 1946 mengenai hak-hak istimewa, dan kekebalan PBB, menyebutkan bahwa kalau terjadi sengketa antara PBB dan negara-negara anggota mengenai pelaksanaan dan intrepretasi konvensi, sengketa dapat diajukan ke mahkamah untuk meminta pendapatnya. Selain itu, pihak-pihak yang bersengketa berjanji untuk bertindak sesuai dengan pendapat mahkamah tersebut. Mekanisme pendapat yang menjadi wajib ini merupakan jalan keluar bagi organisasi internasional yang diperbolehkan mengajukan sengketa ke mahkamah dengan keputusan yang mengikat.

Dengan demikian, pendapat-pendapat mahkamah tidak mempunyai kekuatan hukum dan jika pihak-pihak yang bersengketa menerimanya, semata-mata disebabkan kekuatan moral pendapat-pendapat itu sendiri. Pada umumnya, organ-organ yang meminta pendapat dan negara-negara yang bersangkutan menerima pendapat-pendapat mahkamah dan jarang sekali pendapat mahkamah itu dilaksanakan.

2)     Permintaan Pendapat Mahkamah Internasional
Pasal 96 dan pasal 65 statuta menyatakan bahwa mahkamah dapat memberikan pendapat mengenai  semua persoalan hukum. Berbeda dengan mahkamah yang dulu, mahkamah yang sekarang  dapat diminta  pendapatnya untuk semua persoalan hukum, baik yang bersifat konkrit maupun yang abstrak,  sedangkan mahkamah yang dulu hanya dapat ditanya tentang  sengketa-sengketa hukum yang konkrit.
a)     Badan yang dapat meminta pendapat mahkamah
Kebalikan dari prosedur wajib, prosedur konsultatif  hanya terbuka bagi organisasi-organisasi internasional dan bukan bagi negara-negara. Menurut pasal 96 ayat 1, Majelis Umum dan Dewan Keamanan PBB dapat minta advisori opinion mengenai masalah hukum ke mahkamah. Selanjutnya, menurut ayat 2 pasal tersebut, hak untuk meminta pendapat mahkamah ini juga dapat diberikan kepada organ-organ lain PBB dan badan-badan khusus dengan syarat bahwa semua harus mendapat otoritas terlebih dahulu dari Majelis Umum.

b)     Pemberian pendapat oleh mahkamah
Secara  teoritis, mahkamah  tidak diwajibkan untuk menjawab. Namun, dalam praktiknya, mahkamah tidak pernah lalai dalam melakukan tugasnya, bahkan mahkamah harus berpegang teguh pada pendapat mahkamah bahwa sebagai organ hukum PBB, kewajiban memberikan pendapat-pendapat kalau diminta, untuk membantu lancarnya tugas PBB.

Sebaliknya, mahkamah dapat menolak permintaan pendapat kalau dianggap terdapat ketidak normalan dalam permintaan tersebut. Selain itu, mahkamah memeriksa apakah pertanyaan yang diajukan suatu organisasi  internasional betul-betul berada di bawah wewenang organisasi tersebut, serta apakah organisasi-organisasi mempunyai wewenang khusus. Juga dilihat dari prakteknya mahkamah menolak memberikan pendapat terhadap soal-soal politik atau soal-soal yang berada di bawah wewenang nasional suatu negara.

Mengenai kegiatan mahkamah dari tahun 1922-1940, mahkamah tetap internasional telah mengeluarkan 31 keputusan, 27 advisory opinion, dan 5 ordonasi. Oleh karena itu, kegiatan-kegiatan mahkamah tetap tidak mengecewakan, sedangkan tentang mahkamah internasional yang sekarang dari tahun 1946-1993 telah memutuskan 44 perkara dan telah memberikan 21 pendapat (advisory opinion). Mahkamah Internasional dewasa ini bukanlah merupakan satu-satunya peradilan tetap, tetapi terdapat pula mahkamah-mahkamah lain yang mempunyai wewenang yang terbatas.

KESIMPULAN

1.      Hukum internasional, disebut juga sebagai hukum bangsa-bangsa yang dilakukan oleh suatu negara atau bangsa dalam mengadakan hubungan dengan negara lain agar terjalin kerja sama yang baik dan saling menguntungkan.
2.   Menurut para ahli, bahwa penekanan tentang hukum internasional adalah terletak pada kaidah-kaidah yang mengatur hubungan atau yang melintasi batas-batas negara lain. Dengan demikian dalam hukum internasional dapat dibedakan antara hukum perdata internasional dan hukum publik internasional. Asas-asas yang digunakan dalam membina hubungan dengan negara lain adalah asas teritorial, asas kebangsaan, dan asas kepentingan umum.
3.    Sumber hukum internasional dapat dibedakan menjadi sumber yang bersifat material dan formal. Sedangkan sumber-sumbernya berasal dari traktat, kebiasaan-kebiasaan internasional, asas-asas umum yang diakui bangsa beradab, keputusan-keputusan hakim, dan pendapat-pendapat para ahli hukum terkemuka.
4.  Bahwa dalam praktik penyelenggaraan negara, penerapan antara hukum nasional dan hukum internasional tidak dapat dipisahkan. Hal ini karena hukum nasional menjadi dasar pembentukan hukum internasional. Untuk lebih memahami tentang hubungan tersebut, terdapat aliran monoisme dan aliran dualisme.
5.   Ratifikasi merupakan proses penandatanganan yang dilakukan oleh pemerintah dengan lembaga perwakilan rakyat. Dalam prakteknya, ratifikasi dapat dibedakan antara lain ; ratifkasi oleh badan eksekutif, ratifikasi oleh badan legislatif, dan ratifikasi campuran (pemerintah dan parlemen). Ratifkasi campuran, merupakan ratifkasi yang paling banyak diterapkan.
6.    Beberapa penyebab timbulnya sengketa internasional antara lain adalah dapat dilihat dari segi     politis, misalnya persaingan antar negara-negara yang tergabung dalam blok pertahan NATO (pimpinan Amerika Serikat) dan blok pertahanan Warsawa (pimpinan Uni Soviet).
7.      Dalam menyelesaikan masalah-masalah internasional, Mahkamah Internasional mempunyai peranan penting dalam upaya penyelesesaian berbagai sengketa atau konflik-konflik baik bilateral, regional maupun internasional. Misalnya upaya penyelesaian mengadili para penjahat perang di kawasan Balkan.
8.  Prinsip hidup berdampingan secara damai, merupakan dambaan semua bangsa-bangsa beradab dimuka bumi ini. Oleh sebab itu, PBB yang dibentuk untuk menjaga ketertiban dan perdamaian dunia memiliki organ Dewan Keamanan yang salah satu fungsinya adalah untuk menyelesaikan berbagai sengketa internasional secara damai.
9.      Dalam upaya pelaksanaan penyelesaian sengketa internasional, ada beberapa istilah yang perlu kita pahami bersama, antara lain: adfisory opinion, compromis, compulsory jurisdiction, ex aequo et bono, dan lain-lain.
10. Sebagai bangsa yang beradab dan bagian tidak terpisahkan dari anggota masyarakat dunia, bangsa Indonesia mau tunduk dan patuh kepada ketentuan-ketentuan internasional yang telah disepakati bersama. Oleh sebab itu, apapun keputusan dari organ utama PBB yaitu Mahkamah Internasional tentang sengketa-sengketa internasional dengan negara lain harus dihormati dan dijunjung tinggi......
.telemmobile.blogspot.com